Khutbah Idul Adha 2019 di Unida Gontor

Khutbah Idul Adha 2019 ini ditulis oleh Muhammad Taqiyuddin, Dosen Universitas Darussalam Gontor. Khutbah Idul Adha 2019 ini mengangkat tema hikmah dari sejarah dan prosesi Idul Adha

Full Teks Khutbah Idul Adha 2019:

Idul Adha; Hikmah dari Sejarah dan Prosesinya[1]

Khutbah Pertama

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر

ألله أكبر كبيراً والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرةً وأصيلا لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمدُ

الحمدُ للهِ ربِّ العالمين، الحمدُ لله الذي بِنِعْمِتِهِ تَتِمُّ الصالحاتِ، وبعَفوِه تُغفَرُ الذُّنُوْبَ والسيِّئاتِ، وبكرَمِهِ تُقبَلُ العَطايا والقُربَات، وبلُطفِه تُسْتَرُ العُيُوبَ والزَّلاَّتِ، الحمدُ لله الذي أماتَ وأحيا، ومَنَعَ وأعطَى، وأرشَدَ وهَدَى، وأضْحَكَ وأبْكَى؛ الحمدُ لله الذي جعَل الأَعْياَدَ في الإسلام مَصدرًا للهِّناءِ والسُّرُوْرِ، الحمد لله الذي تَفَضَّلَ في هذه الأيَّام العَشْرِ على كلِّ عبدٍ شَكُور، سبحانه غافِرِ الذَنْبِ وقابِل التَّوبِ شَدِيْدِ العِقاب.

أشهد أن لاإله الا الله وحده لا شريك له و أشهد أنّ سيّدنا محمدا عبده ورسوله خاتمَ النّبيّين رَحْمَةً للـمؤمنين وحجّة للجاهدين. اللهمّ صليّ على سيّدنا محمد صلى الله عليه فى الأوّلين والآخرين وعلى آله والطّيّبين الطّاهرين وسلّم تسليمًا كثيرا.

أمّا بعد، ايّها النّاس أوصيكم ونفسي بتقوى الله وكونوا مع الصّادقين والـمخلصين. إعلموا أنّ هذا اليوم يوم عظيم لقد سرّفه الله بالتّضحيّة لقوله تعالى: إنّا أعطيناك الكوثر، فصلّ لربّك وانحــر، إنّ شانئك هو الأبتر.

Hari Raya Idul Adha adalah salah satu dari dua hari raya milik umat Islam. Kedua hari tersebut dirayakan dengan saling memberi dan menghidangkan makanan; sehingga berpuasa pada waktu itu dilarang secara syar’i. Ada kegembiraan umat Islam di sana. Ada pula gerakan berdimensi ekonomi-sosial; zakat dan kurban. Ada silaturahim yang khusyu’ dan haru.

Kedua hari raya tersebut, dirayakan dalam bentuk ibadah yang komprehensif: individual-sosial, mikro-makro, tidak ada dikotomi perbedaan kaya-miskin, tua-muda, berpangkat maupun tanpa pangkat, berilmu maupun awam; kesemuanya sholat dalam satu tempat yang sama. Mendengarkan pesan-pesan agung dari Allah dan Rasul-Nya yang disampaikan oleh khatib. Merenungkan hikmah ilahiyah dalam setiap prosesi ibadah, tenggelam dalam takbir, tahmid dan tahlil serta beragam pujian kepada sang Khalik.

عن أنس قال: “قدم رسول اللَّه -صلى اللَّه عليه وسلم- المدينة، ولهم يومان يلعبون فيهما، فقال: ما هذان اليومان؟ قالوا: كنا نلعب فيهما في الجاهلية، فقال رسول اللَّه -صلى اللَّه عليه وسلم-: إن اللَّه عز وجل قد أبدلكم بهما خيرًا منهما، يومَ الأضحى، ويوم الفطر[2]

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد

Umur ibadah kurban adalah setua sejarah manusia itu sendiri. Berkurban sejatinya merupakan fitrah manusia yang bersumber dari perintah Allah; dan tidak boleh didasari hawa nafsu. Qabil dan Habil diperintah berkurban. Ada kurban yang diterima, ada pula tidak. Kurban yang diterima pastilah kurban yang baik, berkualitas, dan ikhlas. Sebagaimana kambing (kabsy) tercinta Habil daripada panenan (semacam gandum, disebut zuwan atau kuzan) ‘minimalis’ Qabil. (Q.S. al-Maidah 5:27)

Dalam Islam, berkurban harus lillahi ta’ala. Karena menjalankan perintah Allah; dan selalu atas perintah Allah. Karena secara literal, kata ‘kurban’ (ق-ر-ب) juga memiliki arti ‘mendekat’. Dari sinilah, kurban memang ditentukan sebagai ibadah yang diantaranya fungsinya adalah mendekatkan diri kepada Allah. Bagi yang telah memenuhi kriteria: terlebih lagi mampu sangat dilazimkan untuk berkurban; bahkan jika menolak diancam tidak mendekati tempat sholat umat muslim:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ، وَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا  (Ibnu Majah 3123) 

Tentang hukum kurban, Allah SWT Berfirman:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ # الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلَاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ # وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ #

 (Q.S. al-Hajj 22:34-36)

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ    (Q.S. al-Kautsar 108:2)

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ إِهْرَاقِ دَمٍ , وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي قَرْنِهِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا , وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ فِي الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

(Sunan Tirmidzi 1493; Sunan Kubra lil Baihaqiy 19047; Ibnu Majah 3126)

Tentu saja, makna hukumnya disepakati ulama sebagai sunnah muakkadah; baik sunnah ‘ainiyyah maupun sunnah kifayah; sebagaimana keterangan dalam hadits Rasulullah tentang kurban, witir, dan dua raakat fajar:

ثَلَاثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضُ وَلَكُمْ تَطَوُّعٌ: النَّحْرُ، وَالْوِتْرُ، وَرَكْعَتَا الْفَجْرِ

(Mustadrak ‘ala Shahihain 1119)

Generasi selanjutnya,[3] Nabi Ibrahim juga berkurban. Bahkan perintah Allah datang melalui mimpi; bahwa ia menyembelih putranya, Ismail. Ada bingung. Ada sedih; karena akan kehilangan buah hati yang telah lama dinanti. Namun keputusan harus segera diambil. Hati diteguhkan dan dilapangkan. Niat dan tekad dibulatkan:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

(Q.S. al-Shaffat 37:102)

Nabi Ibrahim pun bermusyawarah dengan Ismail sang anak. Ternyata sang anak menyambut niat ayahnya. “wahai ayahku, kerjakan saja apa perintah Allah; engkau akan menemukanku sebagai orang yang sabar”. Kesabaran dan keteguhan kedua manusia tersebut diuji cukup berat. Bahkan dalam perjalanan menuju tempat penyembelihan, iblis turut menggoda. Agar niat dibatalkan. Agar kurban diurungkan. Agar Ismail diselamatkan. Karena perintah tidak rasional. Tidak humanis. Melanggar hak asasi.

Namun, niat keduanya – atas Izin Allah – justru makin kuat. Yakin akan Kebesaran Allah. Yakin akan Keadilan Allah. Anak hanya titipan. Hidup hanya sementara. Iblis penggoda pun dilempari batu. Bukan hanya sekali; tapi tiga kali. Kejadian monumental ini dikenang dan diabadikan sebagai ibadah lempar jumroh sebanyak tiga kali: Ula, wustho, dan aqobah:

لَمَّا أَتَى إِبْرَاهِيمُ خَلِيلُ اللَّهِ الْمَنَاسِكَ عَرَضَ لَهُ الشَّيْطَانُ عِنْدَ جَمْرَةِ الْعَقَبَةِ فَرَمَاهُ بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ حَتَّى سَاخَ فِي الْأَرْضِ، ثُمَّ عَرَضَ لَهُ عِنْدَ الْجَمْرَةِ الثَّانِيَةِ فَرَمَاهُ بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ حَتَّى سَاخَ فِي الْأَرْضِ، ثُمَّ عَرَضَ لَهُ عِنْدِ الْجَمْرَةِ الثَّالِثَةِ فَرَمَاهُ بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ حَتَّى سَاخَ فِي الْأَرْضِ

(Al-Mustadrak ‘ala Shahihain lil Hakim 1713; Syi’bu al-Iman 3783; al-Jami’ al-Shahih vol. 10 hlm. 190)

            Keduanya pun berserah. Pisau ditajamkan. Pelipis sang anak diletakkan di atas landasan. Nabi Ibrahim berusaha menahan segala kasih sayang; berikut berbagai memorinya bersama sang anak. Sang anak pun demikian. Karena niat dan tekad sudah bulat, kata pamitan pun diucapkan dengan teguh: Usul agar pisaunya tidak dihadapkan ke arahnya; agar ia tidak takut dan kuat jiwanya; agar mukanya dihadapkan ke landasan sembelih, agar tekad ayahnya tidak melemah dan sanggup mengayun pisau:

ياَ أَبَتِ أَقْذِفْنِي للوَجهِ كَيْلاَ تنظر إليَّ فَتَرْحَمْنِي، وأَنظرُ أَنا إلى الشَفرة فأَجْزَعْ، ولكن أَدْخِلْ الشَفرة من تحتي، وامْضِ لأمر الله

(Tafsir Thabariy, vol. 21, hlm. 26)

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد

Keteguhan dan kepasrahan tersebut diabadikan dalam al-Qur’an. Sebagai kepasrahan tingkat tinggi dan prima. Taat kepada perintah; meski di luar nalar fikiran manusia. Karena yang memerintah adalah rabb sekaligus ilah-nya. Saat tangan dikuatkan untuk mengayun pisau, bersamaan dengan dirasakannya leher anak yang akan dipotong; pisau yang tajam meluncur. Kuat, pasti, dan disegerakan; agar Ismail tidak menderita.

Tapi yang bersuara adalah kabsy, yakni sejenis kambing yang cukup besar dan mengucur pula darahnya. Yang saat itu pula terdengar “Wahai Ibrahim, Engkau telah membenarkan (mengerjakan) perintah!; demikianlah Kami memberi ganjaran (mengganti Ismail dengan kambing) bagi orang yang berbuat kebaikan”

فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ # وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ # قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ # إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ # وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ

(Q.S. al-Shaffat 37:103-107)

Nabi Musa pun diperintah berkurban. Yang dijadikan kurban sembelihan adalah sapi; yang mana kala itu melambangkan sesembahan Bani Israil yang dibuat oleh Samiri. Bukan melaksanakan, mereka ‘ngeles’ (berpaling) secara akademis: ‘sapi yang bagaimana? Warnanya apa?’ bahkan setelah ditemukan sapi dengan kriteria tersebut; masih ngeles: ‘sapinya masih meragukan; jangan-jangan bukan sapi ini yang dimaksud! Jangan merasa sapi itu sapi yang paling benar!, yang benar hanya Tuhan!’. Mungkin begitu kira-kira perdebatannya.

Ada ketidakikhlasan. Bahkan hampir-hampir mereka tidak melaksanakannya. Pun dilaksanakan, penuh keberatan dan alasan beragam. Itu saja masih dengan mendongkol di belakang. Kepada nabi Musa. Yang dianggap menghina ritual persembahan sapi emas mereka. Dan hingga sekarang, bani Israil yang sering disebut Yahudi dan Nasrani; memang tidak pernah suka melihat keikhlasan seorang muslim yang berkurban:

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ

(Q.S. al-Baqarah 2:120)

Para jama’ah yang dirahmati Allah,..

Ibadah kurban memang menekankan latihan ketaqwaan. Mengikhlaskan sebagian harta demi kepentingan umat. Menyembelih egoisme dan ketamakan. Memotong kuasa setan dalam aliran darah manusia; yang secara simbolis dilambangkan dengan memotong hewan kurban. Yang terpenting, kesemuanya bernilai ibadah; sosial maupun individual. Utamanya, bahwa yang diterima Allah dari kurban adalah ketaqwaan; bukan darah atau dagingnya.

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ #

(Q.S. al-Hajj 22:37)

Ketaqwaan direalisasikan dalam bentuk totalitas dalam berkurban. Totalitasnya dicerminkan dalam memenuhi standar pelaksanaan kurban; yang mana kita kenal sebagai rukun dan syarat kurban, demikian pula syarat hewan yang layak jadi kurban. Yang berkurban adalah seorang muslim/muslimah, baligh, berakal, merdeka, mampu, dan tidak terlilit kesulitan hutang yang sulit dibayar.

Hewan kurban pun ditentukan kategorinya; yakni jenis memamah biak (mujtarrah) dan menyusui; yakni dari jenis kambing (ma’z), domba/biri-biri (dha’n)[4], sapi (baqarah), kerbau (jamus) dan unta (ibil). Keseluruhan hewan tersebut harus mencapai usia yang diperbolehkan untuk disembelih, yakni 6 bulan minimal untuk domba/biri-biri, 1 tahun untuk kambing, 2 tahun untuk sapi, dan 5 tahun untuk unta:

لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً، إِلَّا أَنْ تَعْسُرَ عَلَيْكُمْ، فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ

 (Ahmad: 14348, Muslim: 1963, Abu Dawud: 2797, dan Ibnu Majah: 3141)

Adapun ketentuan waktunya adalah usai sholat ‘Id, ditambah 3 hari setelahnya (hari tasyrik) hingga menjadi genap 4 hari. Karakteristik dan kepemilikan hewan turut diperhatikan. Hewan kurban haruslah milik sendiri, atau seizin pemilik hewan yang mewakilkan, tidak cacat (salim minal ‘aib) mata, pincang, terlalu kurus, atau berpenyakit:

أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الضَّحَايَا الْعَوْرَاءُ، الْبَيِّنُ عَوَرُهَا، وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا، وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ عَرَجُهَا، وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تُنْقِي[5]

Untuk hewan semacam sapi dan unta diperbolehkan dengan urunan hingga 7 orang:

نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ ، وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ  (Muslim: 1318)

Menyembelih pun harus dengan menyebut nama Allah; jika tidak maka menjadi haram. Bahkan ada sunnahnya tersendiri: memotong bagian tenggorokan. Dengan pisau (شَفْرَة) yang tajam, harus dilakukan dengan tempo yang singkat, dihadapkan ke kiblat. Secara saintifik, cara penyembelihan sesuai syariah terbukti tidak menyakiti hewan.

Kurban sebagai ibadah; tentu dimensinya sangat menyeluruh. Ada cerminan keteladanan. Ada pedagogi pendidikan keikhlasan. Ada aspek peningkatan interaksi sosial. Ada prospek pengembangan ekonomi-sasi hewan kurban. Ada pula gotong-royong dan keakraban sosial. Saling membantu ‘menaklukan’ sapi; menguliti hewan, menimbang, membagi, bahkan menyiapkan makanan bagi ibadah sosial yang amat mulia ini.

Lebih dari itu; ada motivasi berternak dengan baik. Hingga berfikir tentang ‘pertanian dan peternakan terpadu’. Ada perkembangan ilmu peternakan; guna menghasilkan hewan kurban berkualitas. Ada ilmu tentang kebersihan daging dan memasaknya secara higienis. Ada usaha daging halal. Bahkan konon, kurban; yang juga menghalalkan daging hewan ternak, merupakan ‘pengendalian populasi’ hewan ternak dan produktivitasnya. Seandainya hewan tersebut hanya diternak tanpa dikonsumsi, pastilah manusia kerepotan mengurusi bangkainya; atau hewan-hewan tua yang tidak produktifnya.

Demikianlah Islam; hal-hal yang diperintahkan sebagai ibadah, tentulah rasional; dan hal-hal yang rasional dan baik, pastilah disyariatkan. Baik jangka panjang maupun jangka pendek. Baik maslahat individu maupun maslahat sosial; makro maupun mikro; bahkan dunia dan akhirat.

Khutbah Kedua

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر

ألله أكبر كبيراً والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرةً وأصيلا لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمدُ

الحمد للهِ عَلَى إِحْسَانِهِ وَالشُّكرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وامْتِنَانِهِ. وأَشْهَدُ أَنْ لا إلهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدِناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوَانِهِ. اللّهُمَّ صَلِّ على سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلهِ وأصْحَابِهِ وسَلَّمَ تَسْليْماً كَثِيْراً. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهاَ النَّاسُ اتَّقُواالله فِيْماَ أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وزَجَرَ.

وأعْلَمُوا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وثَنَى بِمَلاَئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وقَالَ تَعَالىَ: إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الذِيْنَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيهِ و سَلِّمُوا تَسْلِيْماً.

اللهم صل على سَيِّدِنَا مُحَمّد وعلى آل سَيِّدِنَا مُحَمَّد وعلى أَنْبِيَائِكَ وَرُسُلِكَ ومَلاَئِكَةِ المقربين، وارض اللهم عن الخلفاء الراشدين، أبي بكر وعمر وعثمان وعلي، وعن سائر أصحاب نبيك أجمعين، وعن التابعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين.

اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الاحياء منهم والاموات انك سبحانك سميع قريب مجيب الدعوات

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمِيْنَ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعفافَ والْغِنَى

للَّهمَّ أَصْلِحْ لنا دِيننا الَّذي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنا ، وأَصْلِحْ لنا دُنْيَانا التي فِيهَا مَعَاشنا ، وَأَصْلِحْ لنا آخِرَتنا الَّتي فِيها معادنا، وَاجْعلِ الحيَاةَ زِيادَةً لنا في كُلِّ خَيْرٍ ، وَاجْعَلِ الموتَ راحَةً لنا مِنْ كُلِّ شَرٍ

اللَّهُمَّ إِنّا نَسْأَلُكَ مُوجِباتِ رحْمتِكَ ، وَعزَائمَ مغفِرتِكَ ، والسَّلامَةَ مِن كُلِّ إِثمٍ ، والغَنِيمَةَ مِن كُلِّ بِرٍ ، وَالفَوْزَ بالجَنَّةِ ، وَالنَّجاةَ مِنَ النَّارِ

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

رَبنا أَدْخِلْنا مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنا مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لنا مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عباد الله، إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلإْحْسَانِ وَإِيتَآء ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَاء وَٱلْمُنْكَرِ وَٱلْبَغْى يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ وَأَوْفُواْ بِعَهْدِ ٱللَّهِ إِذَا عَـٰهَدتُّمْ وَلاَ تَنقُضُواْ ٱلأيْمَـٰنَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ ٱللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ، واذكروا الله العظيم الجليل يذكركم، واشكروه على نعمه يزدكم، ولذكر الله أكبر، الله يعلم ما تصنعون


[1] Oleh Muhammad Taqiyuddin, Universitas Darussalam Gontor

[2] Mukhtashar Sunan Abi Dawud 1093/1134, vol. 1, hlm. 324

[3] Meski terdapat beberapa kisah tentang kurban para nabi sebelum Ibrahim, yakni Idris, Nuh, dan lainnya.

[4] Jenis ‘kambing-kambing’-an (ghanam) terbagi menjadi ‘kambing’ berambut (sya’r) dan ‘kambing’ berbulu (wabar). Yang digolongkan berambut umumnya disebut ‘kambing’ (goat/ma’iz) dan yang berbulu umumnya disebut ‘biri-biri’ atau ‘domba’ (sheep/dha’n) yang disebut juga syaat (betina) atau kabsy (jantan).

[5] Musnad Ahmad 18667 vol. 30 hlm. 611


Demikian Khutbah Idul Adha 2019, semoga dapat bermanfaat sebagai referensi dalam menyampaikan Khutbah Idul Adha.

Intisari dari Khutbah Idul Adha 2019 ini antara lain, bahwa hukum kurban adalah sunnah muakkadah. Kemudian, untuk bertaqwa, kita memerlukan totalitas.

Khutbah Idul Adha 2019 ini juga menegaskan kembali pentingnya kepasrahan kepada Allah SWT


Artikel Terkait Khutbah Idul Adha 2019


(Teks Full ) Khutbah Idul Adha 2018: Berkorban adalah Ciri Seorang Muslim

Qurban: Membunuh Sifat Egois

Khutbah Idul Adha Ustadz Khoirul Umam: “Mentalitas Berqurban Solusi Bangsa”

Hari Raya Idul Adha 1439 H, Pondok Modern Darussalam Gontor Qurban 30 Ekor Sapi dan 59 Ekor Kambing

Video Khutbah Idul Adha di Universitas Darussalam Gontor


Baca Juga:

Khutbah Idul Adha Singkat 2018: Tadabbur Makna Qurban

Khutbah Idul Adha 1440 H: Ibadah Qurban dalam Perspektif Maqasid Syariah

Khutbah Jumat Singkat: Luangkan Waktu untuk Ibumu

Taufiq Affandi

Taufiq Affandi