UNIDA Gontor – Di era digital yang serba cepat, kemampuan berbahasa asing menjadi salah satu keterampilan penting. Di antara berbagai bahasa asing, bahasa Arab memiliki posisi yang sangat strategis, baik dari aspek keagamaan, budaya, hingga ekonomi. Sayangnya, minat generasi muda terhadap bahasa Arab belum sebesar bahasa lain seperti Inggris atau Korea. Padahal, bahasa Arab menyimpan potensi besar untuk generasi muda masa kini.
Bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur’an dan merupakan salah satu bahasa resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selain digunakan oleh lebih dari 400 juta penutur di dunia, bahasa Arab juga menjadi kunci untuk memahami khazanah keilmuan Islam klasik dan kontemporer. Oleh karena itu, menguasai bahasa Arab berarti membuka akses terhadap warisan ilmu, budaya, dan spiritualitas Islam.
Di tengah dominasi teknologi, bahasa Arab tetap relevan karena dapat dikembangkan melalui berbagai platform digital. Aplikasi pembelajaran bahasa Arab seperti Duolingo, Memrise, hingga YouTube menyediakan konten menarik dan interaktif. Hal ini membuat proses belajar menjadi lebih fleksibel, personal, dan menyenangkan bagi generasi digital native.
Generasi muda yang melek teknologi seharusnya melihat bahasa Arab sebagai peluang, bukan beban. Banyak startup teknologi dan perusahaan multinasional yang membuka cabang di negara-negara Arab. Penguasaan bahasa Arab membuka akses kerja sama global dalam bidang pendidikan, ekonomi, maupun diplomasi. Bahkan, tren pariwisata religi seperti umrah dan haji juga membuka lapangan kerja baru yang membutuhkan kemampuan berbahasa Arab.
Bahasa Arab juga memberi kontribusi besar dalam penguatan identitas keislaman. Di tengah arus globalisasi yang kuat, banyak anak muda mengalami krisis identitas. Dengan belajar bahasa Arab, mereka akan lebih mudah memahami ajaran Islam dari sumber aslinya, bukan hanya melalui terjemahan. Ini akan memperkuat nilai spiritual dan kebanggaan terhadap warisan peradaban Islam.
Selain itu, penguasaan bahasa Arab melatih kemampuan berpikir logis dan analitis. Struktur tata bahasanya yang kompleks menuntut ketelitian dan konsistensi dalam berpikir. Ini adalah keterampilan abad 21 yang sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang ilmu dan profesi. Maka, belajar bahasa Arab bukan hanya soal keterampilan linguistik, tetapi juga pengembangan kapasitas intelektual.
Di sekolah dan perguruan tinggi, integrasi bahasa Arab dengan teknologi perlu diperkuat. Guru dan dosen perlu memanfaatkan media digital dalam mengajar, seperti membuat vlog berbahasa Arab, podcast, atau game edukatif. Siswa pun bisa dilibatkan dalam proyek kreatif berbasis digital untuk meningkatkan keterampilan bahasa sekaligus menumbuhkan rasa cinta terhadap bahasa Arab.
Pemerintah dan lembaga pendidikan juga perlu mendorong program penguatan bahasa Arab di kalangan pelajar dan mahasiswa. Misalnya, melalui lomba vlog bahasa Arab, pertukaran pelajar, atau pelatihan online bersama native speaker. Kegiatan seperti ini akan membuat bahasa Arab terasa hidup dan relevan dengan dunia anak muda.
Penting juga untuk membangun komunitas belajar bahasa Arab di media sosial. Grup WhatsApp, kanal YouTube, atau forum diskusi daring bisa menjadi wadah saling belajar dan berbagi pengalaman. Komunitas ini akan menjadi ekosistem positif yang mendukung semangat belajar bersama tanpa tekanan formalitas kelas.
Dengan semua peluang yang tersedia, tidak ada alasan bagi generasi muda untuk menutup diri dari bahasa Arab. Justru sebaliknya, mereka harus menjadi pelopor dalam membumikan bahasa Arab di era digital. Bahasa Arab bukan sekadar pelajaran, melainkan jalan menuju masa depan yang religius, cerdas, dan berdaya saing global.
Redaksi: Assoc. Prof. Dr. Fairuz Subakir, Lc., M.A. (Dosen Magister Pendidikan Bahasa Arab UNIDA Gontor)