UNIDA Gontor – Kegiatan workshop dimulai pada Ahad (11/05/2025) tepat pukul 08.10. dengan pre test sejenak untuk peserta. Dilanjutkan dengan presentasi yang interaktif. Dan beberapa tanya jawab diselingi itu.
Menurut Adhar Muttaqin dari investigasinya kepada beberapa rekan di kepolisian, modus dari pelaku disinformasi seringkali hampir sama. Sama dan serupa dari sisi pola bicara serta logat pelaku. Bahkan kepolisian sempat mendeteksi bahwa suatu daerah di Indonesian adalah pusat dari kegiatan penipuan tersebut – karena logat dan pola bicaranya hampir sama.
Misalnya, modus telepon dari Bank terkait pengamanan data. Konsumen hanya diminta membuka barcode – dan begitulah itu berakhir. Biasanya dana di rekening akan tertransfer lewat jenis phising tersebut.
Biasanya, hoax memang berbanding lurus dengan tingkat literasi di suatu area – bahkan negara. Kita, Indonesia – pernah mendapat predikat netizen paling tidak sopan se-Asia Pasifik. Hal ini tentu karena kecepatan respon emosional lebih diandalkan daripada ketelitian cek fakta serta tindakan preventif lainnya. Sehingga, selain ‘tidak sopan’, juga rawan ‘misinformasi’.
Selain kegunaan bidang media sosial, AI juga ramai dipakai dalam bidang akademik. Beberapa di antaranya memudahkan kita dalam mencari referensi, manajemen sitasi, bahkan resume dari suatu sumber data. Google menyediakan platform seperti Google Scholar untuk koleksi artikel yang terindeks. Selain itu, Google meluncurkan versi beta (belum ada aplikasi) dari website journaliststudio.google yang bernama Pinpoint. Platform ini memiliki kemampuan menyimpan data, kemudian melakukan transkripsi atas video/audio rekaman. Termasuk juga, mampu secara otomatis meng-OCR file image atau pdf berbasis scan.
Misinformasi, Disinformasi, dan Malinformasi adalah berbeda. Yang pertama, orang yang membagikan suatu berita dan meyakini kebenaran berita tersebut – meski pada akhirnya itu adalah salah/hoax. Kedua, berita memang sengaja disebar – meski ia salah – untuk keuntungan tertentu. Terakhir, bahwa suatu informasi sebenarnya benar. Namun ia disajikan secara sepotong atau sepenggal. Sehingga rawan untuk disalahpahami.

Beberapa jenis hoax dari sisi berita adalah:
- Antara judul berita dan isi tidak sinkron. Karena suatu website berita ‘mengejar’ trending, atau sering disebut ‘klik bait’. Ini tentu merugikan pembaca dan juga media itu sendiri.
- Konteks aslinya ‘dihilangkan’ lalu disebar. Artinya, informasinya ‘dipotong’ dan dikaitkan dengan isu lainnya. Seperti adanya sekumpulan orang yang usai berdzikir – lalu dilabeli ‘demonstrasi’.
- Adanya manipulasi informasi. Karena kelemahan jurnalismenya. Bisa jadi karena mengambil informasi dari media sosial, lalu mengolahnya menjadi berita tanpa memverifikasi suatu informasi tersebut. Di era AI ini, hal tersebut sangat mudah terjadi.
Dalam mengecek fakta, kita bisa menggunakan beberapa website berbasis AI, di antaranya:
- imageshift.com
- google images
- fotoforensic
- isitai.com
- yandex (Rusia)
- wasitai.com
Selain itu, kita bisa melakukan ‘debunking’ atau ‘membongkar’ suatu hoax menggunakan logika serta wawasan yang lazimnya ada. 1) kita bisa melacak konteks awal berita itu dibuat atau tersebar. 2) kita bisa menggunakan salah satu bagian dari hal yang terlihat ada/muncul dalam berita/foto/video yang meragukan tersebut. 3) Bisa menggunakan google street view dalam memverifikasi lokasi kejadian yang kita ragukan. 4) kenali dan perhatikan betul-betul segala hal yang ada dalam foto/kejadian tersebut. Lalu kita lacak dan bandingkan dengan lainnya. 5) gunakan juga simbol, tanda, cahaya matahari, dll yang bisa mengidentifikasi video tersebut. Contoh, identifikasi video https://www.youtube.com/watch?v=XbnLkc6r3yc yang diidentifikasi dengan metode tersebut.
Beberapa teknik untuk mendapatkan informasi akurat, adalah menggunakan ‘prompt’ atau kata kunci khusus saat menggunakan browser.
- Bisa gunakan tambahan kata kunci “site: (nama situs)”. contohnya: (nama artis) meninggal site: cnnindonesia.com.
- Untuk mencari file yang mestinya publik, contohnya APBD yang mestinya ada di website pemerintah. Bisa menggunakan teknik kata kunci: “site: go.id”. Contohnya: APBD site:go.id.
Dengan teknik tersebut, kita ‘mempersempit’ ruang pencarian. Sehingga memudahkan kita untuk menemukan apa yang kita cari secara akurat.
Beberapa media yang ‘abal-abal’ atau acap kali disebut ‘bodrex’, seringkali memiliki ciri yang serupa: 1) desain yang kurang menarik, 2) isi berita yang tidak sinkron dengan judul, serta 3) sumber berita berupa foto, video atau lainnya yang dari second resource.
Dalam keamanan data, kita bisa mengecek apakah data kita pernah bocor atau tidak:
- periksadata.com
- passwordmonster.com (untuk mengecek tingkat keamanan password)
- https://pakemdiri.safenet.or.id/ (mengukur tingkat keamaan perangkat)
Selain itu, kita perlu memperhatikan kebiasaan kita dalam mengamankan dan menggunakan perangkat dalam keseharian. Banyak kasus pembobolan data dari postingan media sosial kita yang cenderung menunjukkan hal yang mestinya privasi. Beberapa informasi penting, mestinya kita lindungi: 1) tanggal lahir, 2) nama ibu kandung, 3) nomor kartu kredit, rekening, dll, 4) NIK, dan 5) nomor HP – ini bisa jadi sasaran spam.
Akun media sosial serta aplikasi digital juga sangat perlu untuk diamankan. Aplikasi pesan seperti WA, Telegram, dan lainnya perlu diamankan dengan autentikasi 2 langkah. Sebagaimana email, perlu diverifikasi 2 langkah juga. Agar jika ada usaha login ke perangkat (device) yang belum kita kenal, kita akan mendapat notifikasi.
Acara ditutup dengan post test dan pembagian hadiah. Seluruh peserta merasa mendapatkan upgrading materi yang menarik dan relevan dengan era media saat ini.
Redaktur : Mohammad Taqiyuddin
Editor : Rifki Aulia