Back

Mahasiswi SAA UNIDA Gontor Mengkaji Ekoteologi di Bali

Mahasiswi UNIDA Gontor mengkaji ekoteologi lintas agama di Bali melalui dialog antariman dan kunjungan rumah ibadah.

UNIDA Gontor — Mahasiswi Program Studi Studi Agama-Agama (SAA) Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor melaksanakan Studi Pengayaan Lapangan (SPL) bertema “Ekoteologi Agama”. Kegiatan ini berlangsung selama lima hari di Provinsi Bali, terhitung dari 21 hingga 25 Oktober 2025, didampingi Al-Ustadz Dr. Abdullah Muslich Rizal Maulana, S.Fil.I., M.A. Fokus kegiatan adalah mempelajari harmoni manusia, alam, dan Tuhan di berbagai komunitas agama. Program ini memperkuat kompetensi lintas iman, literasi ekologi berbasis ajaran agama, serta sensitivitas sosial-spiritual mahasiswi sebagai calon intelektual muslim dari kampus yang berkomitmen menjadi Universitas Islam Terbaik.

Pada hari pertama, rombongan mempelajari jejak ekoteologi di Klenteng Chaw Eng Bio, Badung. Melalui penjelasan tokoh setempat, mahasiswi membaca nilai spiritualitas Tionghoa, tata ruang terbuka, penggunaan material alami, serta hubungan manusia-lingkungan sebagai bentuk praktik ekologis religius. Siang harinya, para peserta berdialog dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Bali. Diskusi menghadirkan perspektif Hindu, Islam, Buddha, Kristen, dan Konghucu. Konsep Tri Hita Karana, welas asih Buddhis, dan prinsip khalifah fil ardh menjadi titik temu etika ekologis lintas iman.

Hari kedua, Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali menekankan bahwa krisis ekologi tidak hanya isu teknis, tetapi juga krisis moral dan spiritual. Moderasi beragama dijelaskan sebagai keseimbangan hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam.

Mahasiswi UNIDA Gontor mengkaji ekoteologi lintas agama di Bali melalui dialog antariman dan kunjungan rumah ibadah.

Hari ketiga, mahasiswi SAA UNIDA Gontor mengamati harmoni Islam–Hindu di Desa Pegayaman, Buleleng, desa Muslim yang telah hidup berdampingan berabad-abad dalam kultur Bali. Gaya hidup sederhana, gotong royong, dan penghormatan terhadap ruang hidup bersama dipahami sebagai praktik ekoteologi keseharian. Kunjungan dilanjutkan ke Vihara Brahmavihara Arama. Di sana, konsep metta, karuna, mudita, dan upekkha dijelaskan sebagai laku welas asih Buddhis yang menyatu dengan ruang hijau, ketenangan batin, dan keteraturan lingkungan.

Hari keempat, di IAHN Mpu Kuturan Singaraja, Dr. Ayu Veronika Somawati memaparkan landasan filosofis pendidikan Hindu, seperti dharma, kshara, akshara, dan Tri Hita Karana. Pemaparan ini menyoroti pentingnya etika ekologis dalam ajaran Hindu, sekaligus mengajak peserta merefleksikan jarak antara ideal teologi ekologis dan praktik nyata di masyarakat.

Melalui rangkaian SPL ini, mahasiswi SAA menyimpulkan tiga hal penting. Pertama, ekoteologi tidak hanya wacana teoretis, tetapi spiritualitas yang bertanggung jawab pada alam. Kedua, dialog antaragama menjadi ruang bersama untuk membangun etika keberlanjutan. Ketiga, harmoni sosial lahir dari keteladanan dan aksi kolektif komunitas. Pengalaman ini semakin menegaskan komitmen UNIDA Gontor dalam melahirkan generasi yang peduli lingkungan, kompeten lintas iman, dan siap berkontribusi sebagai agen perdamaian ekologis.

Redaksi: Andini Dwi Agustin

Editor  : Ahmad Ma’ruf Muzaidin Arrosit