UNIDA Gontor – Sejak Senin siang lalu, dua asesor sudah dijemput. Lantas menginap di penerimaan tamu UNIDA Gontor. Selasa pagi, asesor diterima di kantor Pimpinan sebagai salah satu sunnah pondok dalam menyambut tamu. Setelah pertemuan tersebut, asesor berangkat menuju kampus Siman.
Asesmen Lapangan dilaksanakan di ruangan rapat senat UNIDA Gontor. Lantai dua gedung Terpadu. Yang pagi itu juga, sudah dikondisikan oleh panitia dan tim. Selanjutnya, asesmen dimulai dengan sesi pembukaan. MC mengawali acara dilanjutkan dengan Qori’ dan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Oh Pondokku.
Selanjutnya adalah Sambutan Rektor. Prof. Hamid menjelaskan bahwa “Perlu diketahui, bahwa program Doktor Aqidah Filsafat Islam ini hanya ada 4 di Indonesia. Tentu ini sangat mahal harganya. Karena itulah, kami mohon agar nilainya bisa ‘murah’. Selain daripada itu, kami sampaikan bagi asesor yang belum pernah ke Gontor. Bahwa di Gontor, tidak ada jam kantor. Tamu boleh dan bisa datang kapan saja. Tentu kami juga akan menyambut mereka.”
Kami pernah mendengar cerita dari salah satu tamu luar negeri. Mereka datang ke kampus lain – tentunya bukan pesantren; tiba saat maghrib, lantas tidak ada yang menyambut. Jika di kami, tentu kami sambut dengan full team. Seperti akreditasi saat ini, saya sebagai rektor, Prof. Amal sebagai presiden dan pimpinan pondok; turut hadir. Karena ini sangat penting bagi kami untuk menjelaskan apa yang ada. Termasuk, kami mohon maaf jika mungkin ada hal-hal yang sejatinya penting menurut asesor, namun kami belum menuliskan. Mengenai hal tersebut, maka kami harap bapak asesor menanyakan apa saja secara terbuka. Insya Allah kami juga penuh keterbukaan dalam menjelaskannya.
Setelah sambutan, bapak Direktur Pascasarjana Assoc. Prof. Dr. M. Kholid Muslih mempresentasikan capaian UPPS khususnya Doktoral AFI. Di antara capaian yang di-highlight adalah publikasi, PkM, prestasi, serta rekognisi dosen. Turut dibandingkan juga terkait capaian score Sinta prodi DAFI dibandingkan dengan lainnya.
Dalam sesi tanya jawab pertama, Prof Kusmana mengkonfirmasi tentang VMTS serta turunannya dalam kurikulum Doktor AFI di UNIDA. Pertanyaannya adalah seputar objektivitas. Bahwa jika objektivitas adalah hal yang baik dalam pengembangan ilmu, lantas apa lagi yang perlu di-Islamkan? Selain itu, turut memperjelas perlunya menerjemahkan apa narasi ‘islamisasi ilmu’ di UNIDA Gontor. Apakah head-to-head dengan sains modern, atau menggunakan model yang berbeda; baik dari sisi etika, tujuan ilmu, maupun hal-hal lainnya yang berupa prinsip. Bukan terbatas pada aspek empiris tentang bagaimana mengadakan penelitian – yang secara empiris juga dilakukan serupa dengan ilmuwan sekular di Barat.
Prof. Dr. KH. Hamid Fahmy Zarkasyi menjawab pertanyaan tersebut. Bahwa Worldview Islam dan Panca Jiwa memiliki kaitan yang sangat erat; yakni dari sisi iman, ilmu, dan amal. Panca jiwa berdimensi spiritual menjadi dasar dalam pelaksanaan kegiatan thalabul ‘ilm. Untuk memahami apa itu islamisasi, maka kita harus mulai dari De-westernisasi. Karena kita perlu menilai apa itu ‘objektivitas ilmiah’ di Barat dalam kerangka berfikir ‘worldview islam’ yang kita miliki.

Dalam hal ini, pengembangan ilmu pengetahuan; termasuk metode ilmiah juga dikembangkan berbasis ruang-waktu peradaban/ilmuwan tersebut. Istilah keilmuan yang berkembang di barat, tentunya dibangun berdasarkan pandangan alam (worldview Barat) itu sendiri. Artinya, makna ‘objektivitas’ di Barat sejatinya adalah suatu hal yang belum tentu akan kompatibel dengan kerangka berfikir Islam.
Sehingga, saat kita membicarakan islamisasi, kita harus membicarakan teori keilmuan. Bukan sekedar realitas perkembangan ilmu maupun teknisnya. Dari sisi bahan dan ranah kajian, kami masih terbatas pada ilmu sosial. Karena judul disertasi yang sudah ada, kami baru merambah pada tataran tersebut. Ke depan, tentu kami akan menjajaki wilayah sains dan teknologi.
Setelah itu, asesmen dibagi dua ruangan. Ruangan pertama di senat dengan Prof. Kusmana, yakni konfirmasi dengan Kaprodi, Penjaminan Mutu, SDM, Keuangan, Kurikulum, Pengajaran, serta lainnya. Sesi satunya di ruang rapat rektor dengan Dr. Alim Roswantoro, terkait LKPS dan Bukti Fisik. Menjelang dzuhur, sesi pun selesai ditutup. Beberapa dokumen yang dicari bisa ditemukan dan ditunjukkan dengan baik.
Sesi setelah dzuhur juga dipisah. Prof. Kusmana menempati ruang rapat rektor untuk sesi dengan stakeholder, mahasiswa, dan alumni. Dr. Alim Roswantoro di ruang senat pada sesi Dosen, tendik, dan satuan kerja lainnya. Sesi kedua berakhir pada jam 16 sore.
Pada hari Rabu ini, diadakan kerja mandiri asesor sekaligus pembacaan kesimpulan hasil asesmen (wrap up) melalui berita acara. Dalam sesi ini, asesor mengecek kembali dokumen maupun bukti yang perlu ditambahkan sebagai pendukung. Khususnya, bukti untuk kegiatan yang sudah ada secara rutin, namun belum dituliskan – atau tulisan/dokumennya tidak ditemukan karena banyak faktor. Sesi terakhir adalah penutupan.
Dalam sesi ini, terdapat sambutan wakil rektor 2 Assoc. Prof. Dr. Setiawan Lahuri. Dalam sesi ini, Direktur pasca juga menyampaikan sambutan. Khususnya terkait nilai-nilai yang dipahami dalam perspektif Gontor. Terkait akreditasi sebagai ‘penilaian’, maka dalam al-Qur’an sesungguhnya juga terdapat surat al-Tawbah 105. Bahwa dalam kehidupan, kita memang senantiasa dinilai dan mendapat raport. Termasuk kita juga akan memberi raport tentang orang lain yang kita temui. Maka asesmen lapangan ini adalah semacam masukan konstruktif bagi kami.
Salah satu masukan asesor (Dr. Alim Roswantoro), adalah tentang profil lulusan. Khususnya dalam menyebut profesi lulusan. Sebaiknya jangan ditulis secara umum seperti ‘akademisi’, melainkan bisa langsung ditulis ‘guru’, ‘dosen’, maupun lainnya. Termasuk, agar VMTS perguruan tinggi bisa diposisikan sebagai ‘diturunkan’ ke program studi.

Terkait kurikulum, perlu ada diagram keterhubungan antara VMTS hingga CPL. Termasuk juga pembuatan infografis tentang roadmap penelitian. Dalam hal ini, penelitian bisa dinamis. Jika ada perubahan, maka perlu perubahan – tentu melalui rapat dan keputusan rektor (SK). Selain itu, perlu ada ukuran kuantitatif – angka, statistik, dll – terkait hasil luaran tridarma. Apalagi ke depan, kurikulum akan menggunakan OBE. Maka setiap pertemuan tentu perlu dihubungkan dengan penilaian untuk memenuhi CPL atau LO apa. Ini sangat penting dalam ranah penyusunan RPS OBE.
Contoh riilnya, dalam ranah Islamisasi – yang tentu agak identik dengan studi Islam – perlu ada prasyarat seperti menguasai bahasa asing (minimal Arab atau Inggris). Selain itu, LO juga perlu diisi setiap kali ada capaian melalui proses pembelajaran.
Dalam ranah pembuatan berita acara kegiatan atau perkuliahan, perlu dibuat capaian kuantitatif. Misalnya, sejumlah 20 mahasiswa merasa mendapatkan informasi baru tentang a; atau menambah kedalaman pemahaman tentang b. Serta hal lainnya bisa dituliskan secara kuantitatif.
Prof. Kusmana juga memberikan sambutan dan saran. Bahwa universitas yang besar di dunia ini, sejatinya banyak diinisiasi oleh organisasi keagamaan. Contoh saja Harvard, Oxford, Notre Dame, Carolina; serta lainnya. Di berbagai negara, universitas tersebut menjadi ‘flagship’ dalam kajian sosial-humaniora serta kritik modernisme. Bahkan sebagian sudah mengembangkan sains berbasis ‘etika keagamaan’ – meski tentu saat ini sudah sebagian besar menjadi sekuler.
Saya mengapresiasi dan memahami, bahwa cita-cita Trimurti ini sangat tinggi. Jenjang tertinggi dari pendidikan Gontor justru adalah universitas ini. Agar menjadi bermutu dan berarti dalam bentuk sebaik mungkin. Aqidah Filsafat bisa menjadi fondasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan masyarakat. Khususnya menganalisa fenomena modernitas yang seringkali mengikis nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan. Maka dari itu, prodi semacam ini sangat perlu dalam mendukung adanya pengembangan ilmu di program studi lainnya secara tepat.
Beberapa rekomendasi penting dari asesor adalah:
- Banyak hal di UNIDA ini sudah dilaksanakan, namun masih ditulis dan didokumentasikan secara sedikit bahkan kurang. Misalnya, tradisi keilmuan dan etika ilmiah di UNIDA ini masih sangat perlu dikembangkan dalam bentuk tulisan-tulisan maupun infografis. Khususnya tentang VMTS Islamisasi Ilmu Pengetahuan yang menjadi identitasnya.
- Selain itu, tujuan dari proses yang dilaksanakan, juga perlu dituliskan dengan cermat. Karena kurikulum kita saat ini sudah akan OBE, yakni perlu untuk senantiasa menilai secara detail capaian peserta didik terdapat LO yang ditetapkan secara berkala.
- Antisipasi pasar; karena bidang ilmu yang berkembang saat ini tetap perlu dilihat dalam kerangka berfikir VMTS prodi. Misalnya, fenomena apa yang baru kali ini, perlu dikomentari dengan perspektif Islamisasi Ilmu Pengetahuan.
- Perlu ada semacam ‘paten’ atau ‘sertifikasi’ tentang kekhasan yang dimiliki kita: tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Bisa juga berupa asesmen untuk memetakan dosen, tendik, serta lainnya.
Redaksi: Muhammad Taqiyuddin
Editor: Rifki Aulia