Penjelasan Ilmiah kenapa Murid harus Percaya kepada Guru

Bagian pertama dari 2 tulisan Tentang Percaya

Oleh: Taufiq Affandi

 

Orang tua kita dulu sering berkata, “Harus percaya dengan guru. Kalau tidak, ilmunya tidak masuk.” Apakah ada penjelasan ilmiah untuk itu?

 

Di laman Psychology Today, Jordan Gaines Lewis, Ph.D., menulis sebuah artikel berjudul “This Is How the Brain Filters Out Unimportant Details” yang menjelaskan bagaimana otak kita menyaring detail yang tidak penting.

 

Ia menjelaskan bahwa setiap saat kita dibombardir dengan berbagai input informasi berupa sinyal yang berasal dari panca indra kita. Mata kita setiap detik melihat sesuatu, kulit kita setiap detik merasakan perubahan suhu, telinga kita mendengar berbagai suara, demikian juga indra yang lainnya tiap detik bekerja dan menerima informasi.

 

Lalu bagaimana kita menentukan informasi mana yang akan kita perhatikan? Semuanya? Jika kita memperhatikan semuanya, bagaimana kita bisa berbicara, berpikir ataupun melakukan suatu pekerjaan?

 

Jordan menjelaskan bahwa otak kita memiliki “selective filtering” atau “selective attention”, yang pada intinya adalah, sebuah daerah di otak kita yang bernama thalamus melakukan penyaringan informasi sehingga kita hanya memperhatikan sesuatu yang kita anggap penting.

 

Temuan senada juga diungkapkan di laman Live Science oleh Julio Martinez-Trujillo. Ia menyatakan bahwa, “Kami menemukan terdapat beberapa sell, beberapa neuron di prefrontal cortex, yang memiliki kemampuan untuk menekan informasi yang tidak penting. Sell ini bekerja seperti filter.”

 

Lalu bagaimana kita menentukan bahwa sesuatu itu penting atau tidak?

 

Bayangkan anda adalah seorang editor berita di sebuah media. Lalu anda didatangi oleh 5 orang yang membawa berita kepada anda pada satu waktu. Berita dari siapakah yang akan anda terima? Tentu saja dari orang yang paling bisa anda percaya.

 

Dengan demikian, berita dari orang yang tidak anda percaya akan menjadi berita yang tidak penting. Ketika anda menganggap berita itu tidak penting, maka berita itu tidak akan pernah anda dengar, apalagi anda terbitkan.

 

Maka dalam sebuah proses belajar, jika seorang siswa tidak percaya dengan apa yang disampaikan oleh gurunya, maka informasi yang disampaikan oleh guru akan ditolak masuk ke otak oleh “selective filtering” tadi.

 

Dalam bahasa lain, informasi itu hanya akan “masuk telinga kiri, keluar telinga kanan”. Ia tidak akan pernah mampu masuk melewati gerbang otak, karena gerbang itu dijaga oleh thalamus yang akan menolak informasi yang tidak dipercaya; dan karenanya tidak penting.

 

Maka dalam sebuah pendidikan, seorang pelajar, murid, ataupun santri harus percaya kepada guru. Karena tanpa rasa percaya itu, sia-sia saja sebenarnya ia menghabiskan waktunya. Kalau memang sedari awal dia tidak percaya kepada gurunya, maka sebaiknya ia mencari guru yang lain saja. []

 

Bagian kedua dari tulisan ini:

Bagaimana membuat murid percaya pada Guru?

 

Artikel Terpopuler

Ternyata Bahasa Arab di Gontor Diajarkan untuk Tujuan ini
PERSEMAR GONTOR (On Memoriam Peristiwa 19 Maret 1967)
Ikuti Latihan Menembak Nasional, MENWA UNIDA Gontor Masuk 10 Besar Penembak Terbaik di Malang
Ustadz Kholid : “Wisdom Alumnus”, Standar Lulusan Unida Gontor

 

Artikel Terkait:

Rencana Short Course Bahasa Arab, Mahasiswa Kyoto University Jepang di UNIDA Gontor
Unida Gontor Akan Kembangkan Pembelajaran Bahasa Arab Digital
Dr Dihyatun Masqon: Bahasa Arab, Bahasa Peradaban dan Budaya
Dekan Fakultas Sastra Arab Universitas King Saud Melatih Pengajaran Bahasa Arab di UNIDA Gontor
Ternyata Cara Berdoa Orang Shaleh Berbeda
Taufiq Affandi

Taufiq Affandi

8 Tanggapan

  1. Tantangan yang dihadapi oleh sistem pendidikan dan para guru adalah : bagaimana mereka bisa ‘dipercaya’ oleh para peserta didik?

  2. Proses pendidikan adalah aktifitas yang menyangkut banyak dimensi manusia yang sangat kompleks.

    Maka ia perlu secara simultan dievaluasi, dan diperbaharui di seluruh aspeknya ; sistem, kurikulum, SDM, instrumen, dsb.

    Ketidakseriusan dalam mengelola pendidikan hanya menghasilkan pemborosan tanpa hasil yang signifikan.

    Ini semua merupakan tantangan bagi generasi saat ini dan mendatang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *