Memahami Makna Kesederhanaan Yang Sesungguhnya.

Dalam panca jiwa Pondok Modern Darussalam Gontor, kesederhanaan merupakan point kedua setelah dari poin pertama yaitu keihklasan. Kesederhanaan perlu ditanamkan dalam prinsip setiap individu. Lalu apa arti kesederhanaan itu sendiri? Kata sederhana dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai bersahaja atau tidak berlebih-lebihan. Kesederhanaan dapat juga dipahami dengan artian dari sikap utuh cara berpikir, bertutur, dan bertindak yang dapat dilatih dalam diri setiap orang, sehingga dapat menumbuhkan jiwa yang mampu memudahkan mengambil keputusan dengan paradigma dari realitas yang ada.

            Jiwa sederhana adalah suatu sikap yang tidak berpokok kepada kemewahan. Hidup sederhana berarti hidup sesusai dengan kebutuhan. Dalam kaitannya dengan jiwa hidup sederhana di Pondok, KH. Imam Zarkasy menjelaskan bahwa :

Kehidupan dalam Pondok diliputi suasana kesederanaan, tetapi agung. Sederhana bukan berarti pasif (Bahasa jawa: Nrimo), dan bukan karena kemelaratan atau kemiskinan, akan tetapi mengandung unsur kekuatan dan ketabahan hati, penguasaan diri dalam menghadapi segala kesulitan maka dibalik kesederhanaan itu, terpancarlah jiwa besar, berani maju terus dalam menghadapi perjuangan hidup dan pantang mundur dalam segala keadaan. Bahkan disinilah hiduptumbuhnya mental atau karakter yang kuat, yang menjadi syarat bagi suksesnya perjuangan dalam segi kehidupan.”

            Hidup sederhana adalah hidup yang berlandaskan dari hidup yang selalu mencukupi sesuai dengan kebutuhan, apa adanya, dan tidak muluk-muluk. Kehidupan berbalut dengan kesederhanaan juga telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dapat kita ketahui dari kehidupan baginda Nabi sebagaimana diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah, bahwa beliau selalu mengenakan pakaian yang sederhana. Tempat tidurnya pun juga sederhana. Bahkan beliau harus sering untuk berpuasa, lantaran di rumah tidak ada makanan. Bila pagi hari bertanya kepada istrinya, Siti Aisyah, perihal adakah sesuatu yang bisa dimakan hari ini, lalu dijawab dengan “Tidak ada, Ya Rasulullah”, maka beliaupun segera menanggapi dan berkata, “kalua begitu aku berpuasa”. Begitu besarnya kerendahan hati Rasulullah SAW yang patut kita teladani.
*Boy Ghozy Fadholi mahasiswa ilmu komunikasi semester 7

satu Respon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *