“Ceritakanlah kepada orang-orang muslim sehingga mereka mengambil pelajaran”

Demikian kutipan ayat yang disampaikan oleh Ustadz Nofrianto ketika memulai tausyiah singkat pada Ahad siang, 2 Januari 2020, di Masjid Jami’ Universitas Darussalam Gontor. Bermula dari ayat tersebut, beliau menyampaikan sedikit-banyak bagaimana kewajiban setiap muslim untuk selalu taat kepada Allah dan senantiasa menyampaikan kabar baik dari Tuhannya sebagai pelajaran yang bisa diambil oleh setiap insan yang mendengarkannya.

“Pada zaman sahabat Amirul Mukminin Umar Bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, ada satu kisah yang bisa dijadikan contoh sesuai dengan sari penjelasan ayat tadi,” papar Ustadz Nofrianto melanjutkan tausyiah singkatnya. Ketika itu, ditengah teriknya sengatan sinar matahari, datanglah dua orang menemui Amirul Mukminin yang ketika itu sedang duduk bersama sahabatnya setelah mengerjakan urusan yang menjadi kewajibannya sebagai Khalifah. Dua pemuda tersebut tergopoh-gopoh mendatangi Khalifah Umar dengan membawa satu orang yang terlihat terikat dalam lilitan tali, “Assalamu’laikum wahai Khalifah Umar”.

Umar langsung menjawab salam dari kedua pemuda tersebut, “wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh”. Kemudian, pandangan Umar tertuju pada seorang muslim yang tangannya terikat. Namun, sang khalifah tidak tergesa-gesa untuk membuat kesimpulan, beliau mempersilahkan kedua pemuda tersebut untuk menceritakan maksud kedatangan mereka.

Dalam pengaduannya, kedua pemuda tersebut meminta Khalifah Umar Bin Khattab untuk menghukum mati muslim yang mereka bawa tadi. Dengan alasan, muslim tersebut diceritakan telah membunuh ayah dari kedua pemuda tersebut. Setelah mendengar penjelasan dan cerita kedua pemuda tersebut, Amirul Mukminin kemudian meminta sang muslim yang diduga membunuh itu untuk menceritakan kejadian sebenarnya.

Dalam penjelasannya, ketika itu ia dalam keadaan letih karena perjalanan, ia pun beristirahat di bawah suatu pohon hingga membuatnya terlelap beberapa saat. Setelah terbangun dari tidurnya, ia tersadar jika unta yang ditungganginya telah hilang. Akhirnya, kepanikan menyertai sang muslim tersebut dan ia memutuskan untuk mencarinya. Dalam pencariannya, ia mendapati untanya sedang berada di perkebunan penduduk. Ia berusaha mengusir untanya dari perkebunan tersebut agar tidak merusak tanaman lebih banyak. Ketika itu, ia melempari untanya dengan batu, dengan niat agar untanya segera pergi. Namun, pada satu kesempatan batu yang ia lempar tanpa sengaja mengenai kepala salah seorang petani dari ayah kedua pemuda tadi, yang mengakibatkan petani tersebut jatuh tak tersadarkan diri dan meninggal dunia.

Setelah memberi pengakuan tersebut, muslim tadi memasrahkan kepada Khalifah Umar akan hukuman yang akan menyertainya. “Setelah saya mendengar pengakuan tersebut maka ganjaran yang akan engkau terima adalah qishash” ucap Umar.

Mendengar keputusan Umar akan hukuman yang ia terima, sang muslim terlihat ikhlas untuk menerimanya. Namun, sebelum dilaksanakan hukuman, ia mengajukan permintaan terakhir kepada Umar, bahwasannya ia hendak melunasi harta yang ia hutangi. Ia memohon kepada Amirul Mukminin agar memberi waktu tiga hari untuk melunasi utang-utang tersebut dan kembali kepada Umar guna melaksanakan hukuman.

Sebelum itu, Umar bertanya, “apa jaminanmu jika engkau tidak kembali? Sedang engkau orang jauh dan kami tidak mengenalmu?”

Sebelum sang muslim menjawab pertanyaan Umar, Salman Alfarisi memotong pembicaraan mereka. “Jadikan aku jaminan nya, yaa Amirul Mukminin”.

“Salman!” Hardik Umar. “Wahai Salman, jangan main-main dengan ini, ini harga mati Salman!”.

“Jika tak kembali, jaminannya adalah nyawaku wahai Khalifah Umar”, ucap Salman Alfarisi dengan yakin. Karena tidak bisa menahan tekad dari Salman, akhirnya Umar pun menyetujui kesepakatan itu dan mempersilahkan muslim tersebut pergi untuk melunasi hutang-hutangnya.

Singkat cerita waktu tenggang telah habis, 3 hari telah berlalu. Namun, sang muslim belum kunjung datang menemui Umar untuk menepati janjinya. Sebagai jaminan, Salman harus menggantikan hukuman sang muslim sesuai apa yang telah ia yakinkan kepada Umar. Dengan ikhlas, Salman pun berjalan menuju tempat qishash. Namun, sebelum algojo melayangkan pedangnya, dari kejauhan tampak seorang lelaki lari tergopoh-gopoh mendekati Khalifah Umar yang ternyata adalah sang muslim yang ditunggu-tunggu.

“Maafkan aku, aku ada urusan di kampung halamanku. Aku berlari karena unta yang aku tunggangi sekarat di gurun pasir dalam perjalanannya menuju kesini. Sehingga, aku pun memutuskan berlari meninggalkan untaku ke tempat qishash ini”, terang sang muslim.

Menanggapi alasan tersebut, Khalifah Umar bertanya, “kenapa engkau bersusah payah kembali, dan kau bahkan bisa kabur kemana pun karena kami sama sekali tidak mengenalmu”.

“Karena saya takut sampai ada yang mengatakan di kalangan Muslimin tidak ada lagi orang yang tepat janji”, ujar muslim tersebut.

Umar pun bertanya kepada Salman, “kenapa engkau menolong lelaki ini?” tanya Umar.

“Karena aku takut sampai dikatakan di kalangan Muslimin tidak ada lagi yang saling percaya dan husnudzon”, ujar Salman.

Mendengar pengakuan tersebut, kedua pria yang mengadu kepada Umar tersebut merasa terharu dan mengatakan kepada Khalifah Umar, “Wahai Amirul Mukminin, kami ingin Qishash ini, dibatalkan,” pinta kedua pria tersebut.

Sontak membuat Umar bertanya kembali, “kenapa kalian bersikap seperti ini?”

“Karena kami takut, sampai ada yang mengatakan di kalangan muslimin tak ada lagi orang yang saling sayang dan memaafkan” ujar kedua pemuda tersebut.

Dari cerita singkat tadi, pelajaran yang dapat kita ambil adalah, bahwa keterus terangan dalam menyampaikan informasi atau kesaksian merupakan suatu hak dan harus dipenuhi agar setiap insan yang menyaksikannya mampu mengambil pelajaran di dalamnya, tanpa ada suatu kepalsuan yang harus ditutup-tutupi. Dalam peribahasa dikatakan, “katakanlah sejujurnya, walaupun itu pahit”. [Ziyad Safirul Aulia/Ed:Ragil Tri/Ed:Muhamad Fikrul Umam]

Artikel terkait

Tiga Waktu, Seorang Pengembara

Etika Grup WA: 7 Jenis Postingan yang tidak disukai

Ahmad Kali Akbar

Ahmad Kali Akbar

4 Responses

  1. Assalamualaikum, maaf tolong di sertakn,, rujukan asli kisah ini, soalnya saya pernah membaca, dan menonton film, itu bukan salman al farisi, tapi abu zar al gipari, tolong di respon

اترك تعليقاً

لن يتم نشر عنوان بريدك الإلكتروني. الحقول الإلزامية مشار إليها بـ *